Kamis, 10 Maret 2016

MAKNA KATA "SAMPURASUN"

Pun sa Pun Sampurasun _/\_

   Banyak yang mempertanyakan arti kata "SAMPURASUN" dan banyak pula yang mengartikannya secara berbeda-beda, tidak apa-apa, selama maksud dan tujuannya "baik" sebagai kata sapa-sambut yang menunjukan JATI DIRI BANGSA... (tapi tentu tidak untuk memuji diri seperti "sempurna bagi diri-pribadi", sebab dalam Ajar Pikukuh Sunda tidak mengajarkan kepentingan diri, segalanya bagi semesta kehidupan).

Jika bangsa KITA memiliki kata sapa-sambut maka KITA TIDAK PERLU MEMEPERGUNAKAN MILIK BANGSA LAIN dari manapun asal dan artinya, jadi tidak ada alasan apapun untuk menggantinya, sebab setiap bangsa sudah pasti memiliki cara-ciri kata sapa-sambut (*bahasa) yang berbeda-beda, seperti jagat raya ini diciptakan dgn segala perbedaannya... BAHASA menunjukan KECERDASAN para leluhur setiap bangsa dan segala kecerdasan para leluhur di negeri ini KITA-lah PEWARISNYA.


Sapaan "sampurasun" memang menjadi ciri masyarakat PA-RA-HYANG (*bukan Jawa Barat) khususnya mereka yang menempuh ajar pikukuh SUNDA, yang artinya adalah sebagai berikut :

SAM = sami / sama / same (*inggris)
PURA = keindahan / kesucian / kedamaian
SUN = ... sebutan bagi putra-putri bangsa Matahari (Bataraguru) ---> contohnya "ing sun". Adapun di Jepang digunakan istilah "san" sedangkan di Eropa / Asia Besar disebut "son".

Maka, arti sapaan "sampurasun" itu dapat bermakna sebagai berikut :
1. (semoga) SEGALA KEINDAHAN (dilimpahkan) KEPADA SELURUH PUTRA-PUTRI NEGERI MATAHARI.
2. (semoga) SEGALA KESUCIAN (diberikan) KEPADA SEMUA PUTRA-PUTRI BANGSA MATAHARI.
3. (semoga) SEGALA KEDAMAIAN (menaungi) SELURUH PUTRA-PUTRI BANGSA MATAHARI.

Dalam adab dan tata-kramanya, ketika ucapan "sampurasun" disebutkan / dikatakan harus disertai dengan merapatkan kedua telapak tangan sambil menghadap kepada orang yang kita sapa :
1. menghaturkan sikap sembah di depan wajah sambil menunduk (*jika secara umum yang disapa usianya lebih tua dari kita).
2. menghaturkan sikap sembah di depan dada dgn wajah menunduk (*jika secara umum orang yang disapa usianya lebih muda).

Begitulah para leluhur PA-RA-HYANG menyampaikan Ajar Pikukuh Sunda kepada seuweu-siwinya (seuweu putu) agar senantiasa "rendah hati" di hadapan siapa pun dan apa pun... halus, lembut, sopan-santun, bertata-krama adalah cara-ciri MANUSIA SUNDA (manusia cahaya).

Jawaban atas sapaan "SAMPURASUN" adalah "RAMPES" yang kemudian (umumnya) disertai dengan ucap "MUGIA RAHAYU SAGUNG DUMADI" yang artinya adalah (*silahkan cari sendiri dan harus ketemu)

"Di dunia ini ajaran keindahan bertata-krama dari para LELUHUR KITA sungguh tidak ada satu bangsa pun yang mampu menandinginya.... Sayang, sebagian besar para pewarisnya telah meninggalkan ajaran itu"

Catatan :
Ketika setiap bangsa memiliki cara-cirinya sendiri tentu bangsa Indonesia tidak dapat mempergunakan milik bangsa lain, dan sudah pasti kita tidak akan dapat MENJADI MEREKA (*ibarat kambing yang mustahil "mengaum"...) dan sudah tentu merekapun tidak dapat menjadi diri kita. Jadi, ketika segala bangsa tidak mengakui kehadiran diri kita maka cara satu-satunya hanyalah kembali ke rumah sendiri tempat IBU membesarkan kita semua yang membelai kita dengan segala cinta-kasihnya.

Yang tidak suka menjadi "BANGSA MATAHARI" silahkan pindah ke planet lain saja...


Tabe Pun
_/\_
Mugia Rahayu Sagung Dumadi

Semoga bermanfaat.
Sumber: LQ Hendrawan LQ Hendrawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar